Tubuh yang terbujur kaku akibat tusukan pisau tepat mengenai perut, itulah saat-saat terakhir Budi melihat adiknya Nadia berpulang. Diana dan Marco yang merupakan sahabat dari Budi di saat itu hanya bisa terdiam seolah bahwa prasangka akan ada yang tak selamat telah terjadi. Sementara pelaku Daffa, beserta anak buahnya melarikan diri begitu saja. Diana yang berusaha melakukan sesuatu yang benar berusaha menelpon ambulans berharap Nadia masih bisa diselamatkan dan ambulans itu pun datang dan membawa Nadia beserta Budi, Diana dan juga Marco.
Namun semua itu sia-sia, Nadia sudah tidak bernyawa ketika sampai dirumah sakit. Budi menangis sejadi-jadinya dengan ditemani paman dan bibinya beserta Diana dan Marco, mereka berempat berusaha sekuat mungkin untuk tegar dan menenangkan Budi, tak ada ayah dan ibu disampingnya karena mereka sudah berpulang lama ketika ia masih belum mengerti cara menata hidupnya sendiri. Itu adalah kejadian terburuk dalam hidupnya setelah orang tuanya berpulang.
Keesokan harinya adalah pemakaman untuk Nadia dan dihadiri oleh keluarga, kerabat dan orang-orang terdekatnya salah satunya Diana dan Marco. Doa pun dilantunkan kepada yang maha kuasa, agar Nadia mendapatkan ketenangan setelah banyak kerasnya hidup yang ia lalui. Selesai doa Diana dan Marco sedang berbincang-bincang mengenai kejadian pembunuhan kemarin. Ditengah perbincangan paman Budi yang Bernama Adi menghampiri Diana dan Marco untuk menyampaikan sesuatu yaitu ia ingin membawa kasus pembunuhan ini ke ranah hukum dan menghukum pelaku pembunuhan yaitu Daffa. Namun, Diana menyarankan untuk tidak membawa ini ke ranah hukum karena betapa powerful nya keluarga Daffa yang memiliki banyak bekingan dimana-mana salah satunya di penegak hukum. Bahkan, Marco menambahkan bisa saja ini akan membahayakan Budi sekeluarga karena bisa saja ditengah berjalan nya persidangan demi persidangan keluarganya Daffa melakukan kecurangan atau lebih buruk membantai Budi sekeluarga. Diana dan Marco tak ingin Budi sekeluarga terjadi hal-hal buruk.
Budi yang telah lelah akibat tetes tiap tetes kesedihan keluar melalui air matanya, berusaha untuk membaringkan badanya di Kasur lalu menutup matanya agar tertidur. Saat Budi belum terlelap, ia dibangunkan oleh kedua orang tuanya untuk sarapan, Budi heran karena yang ia tau kenyataan nya bukan seperti yang ia alami. Sempat ia mengira kalau ini hanyalah delusinya semata, namun kedua orang tua Budi meyakinkan bahwa semua yang ia alami kini adalah kenyataan. Budi yang berhasil diyakinkan oleh kedua orang tuanya itu, sangat bahagia dan berusaha menikmati momen dimana orang tuanya bahkan Nadia adiknya masih hidup dan melakukan sarapan bersama dengan kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka termasuk Budi, itu terasa nyata baginya. Kemudian ia hangout dengan kedua sahabatnya Diana dan Marco untuk bermain bersama dengan keceriaan dan kegembiraan, seolah di dunia ini tidak ada yang namanya kesedihan dan penderitaan. Di tengah keseruan yang saat itu ia sedang bermain di sebuah arcade tiba tiba Diana berkata “Budi, bangkit….” Kemudian seketika mesin arcade mati dan keadaan menjadi hening. Semua orang yang ada di arcade itu berkata kepada Budi “Budi, bangkit” secara berulang tiada henti hingga Budi yang tidak tahan berteriak akibat kata-kata itu diucapkan berulang kali. Budi yang merasa berisik mendengarkan suara itu, lari dan mendobrak sebuah pintu yang ternyata dibalik pintu itu adalah ruangan dokter.
Budi bingung mengapa ia bisa secara tiba-tiba berada di ruangan dokter. Tak lama setelah Budi sampai di ruangan dokter, Munculah seorang psikiater bernama Dr Fay Putri yang sedari tadi mengejar Budi, kini berusaha menenangkan Budi agar pasien nya itu tenang dan tidak lari lagi. Budi bertanya dimanakah sekarang ia berada, Dr Fay menjawab bahwa sekarang Budi berada di “RS Djiwa poelih” yang merupakan sebuah rumah sakit jiwa tempat Budi pernah dirawat dan melakukan konsultasi rawat jalan. Budi pun akhirnya tersadar bahwa pengalaman tadi hanyalah penyakit yang ia derita dari semenjak ia masih kecil yang muncul kembali akibat trauma tragedi pembunuhan adiknya. Dr Fay kini memiliki tugas untuk menenangkan dan menghibur Budi dengan psikoterapi agar Budi bisa berpikir secara jernih. Selama berhari-hari, berminggu-minggu bahkan, bahkan berbulan-bulan di rumah sakit, Dr Fay membangun harapan dan positive mind pada Budi, dan hasilnya menunjukan keberhasilan bahwa ia kembali memiliki harapan, keceriaan dan menerima kejadian yang sudah berlalu. Dr Fay memberi tahu bahwa sahabatnya Diana dan Marco akan berkunjung ke RS, dan itu membuat kebahagiaan Budi meningkat.
Keesokan harinya hari yang Budi tunggu sudah tiba dan ia menyambut kedua sabahatnya ketika mereka berdua datang. Mereka bercengkrama, penuh canda tawa diantara mereka bertiga, ia juga bercerita betapa baiknya Dr Fay yang sudah menolong ia sejak lama. Diana dan Marco hanya bisa mendengarkan Budi yang sedang bercerita dan berusaha menyiapkan diri pada apa yang mereka berdua ingin sampaikan. Mereka sebenarnya tau bahwa ini akan sangat melukai perasaan Budi namun mereka merasa tak ada pilihan lain. Ketika Budi berbicara dengan topik yang merasa ada kaitan nya dengan yang hendak disampaikan, mereka coba untuk menyampaikan bahwa paman dan bibinya mengambil jalan damai demi keselamatan Budi agar tidak diincar oleh orang-orang suruhan keluarga Daffa.
Mendengar itu, Budi terdiam sejenak lalu tertawa dan berpikir bahwa tragediyang ia alami hanyalah sebuah hal yang bisa diremehtemkan bahkan juga bisa ditertawakan. Semakin lama tertawa Budi makin menjadi-jadi dan menyakiti dirinya sendiri hingga membuat Diana dan Marco ketakutan dan memaksa perawat rumah sakit membawa Budi untuk ditenangkan dan diobati. Diana yang melihat Budi dibawa secara paksa karena Budi terus memberontak sambil tertawa dan terus bergumam, menangis melihat betapa tragis dan mengenaskanya hidup sahabatnya itu dan ditambah ia dan Marco tidak bisa berbuat apa-apa. Diana menangis lalu memeluk Marco supaya dia bisa sedikit lebih tenang.
Diana dan Marco memutuskan untuk menenangkan diri pada sebuah taman dekat rumah sakit. Mereka membicarakan betapa menyedihkan nasib Budi beserta seluruh keluarganya, mereka tak menyangka bahwa penderitaan bertubi-tubi ini harus terbebani pada orang yang sedang sakit. Maka dari itu, Diana bertekad untuk menjadi seseorang yang akan menegakan hukum seadil- adilnya demi memperjuangkan orang-orang yang tidak bisa dan takut memperjuangkan keadilan mereka.
Dimalam hari kamar pasien RS Djiwa Poelih dengan dingin dari sebuah AC, termenunglah Budi memperhatikan nasibnya yang merasa ditinggal semua orang yang ia sayangi, ia tak menyangka bahwa semua nasib malang ini terjadi padanya, ia merasa dikurung dan dipenjara dan menerima ketidakadilan ini. Hingga ada sebuah suara-suara yang berbicara pada Budi dan mengajaknya untuk “Bangkit…Bangkit….Bangkit!”, awalnya ia mengabaikan karena mungkin itu permainan jiwa nya yang sedang memainkan nya. Namun, Sebilah pisau menancap pada dinding yang hampir saja mengenai nya, dan tak lama kemudian, munculah sosok Kesatria berzirah yang dari tadi memerintahkan Budi untuk bangkit. Kesatria berzirah itu menawarkan pilihan untuk hidup tenang atau menderita, dan Budi kala itu terdiam sambil melihat Kesatria berzirah itu. Keesokan harinya, di pagi buta yang dingin, adalah jadwal para perawat memeriksa pasien, saat giliran Budi, sang perawat teriak dan hendak melapor kepada dokter yang ada, salah satu dokter yang ada segera pergi ke kamar Budi dan terkejut ketika Budi sudah tidak bernyawa akibat gorokan pisau di leher. Dokter dan perawat terkejut bagaimana sebuah pisau bisa masuk ke salah satu kamar pasien yang keamanan nya tingkat tinggi. Dokter Fay yang datang juga terkejut dan menangis karena pasien yang sudah ia anggap seperti anak sendiri tewas akibat bunuh diri, karena sudah menyerah dengan semua beban yang ada. Para Dokter, dan suster akhirnya mengurus jasad Budi untuk segera dikebumikan.
Pemakaman pun berlangsung, tangis dari seluruh keluarga, kerabat dan orang-orang terdekat pun pecah, mereka tak menyangka seorang anak yang tak bersalah harus menghadapi derita yang amat sangat berat hingga berujung pada kematian nya ditangan nya sendiri. Ia hanyalah seorang anak yang ingin hidup tenang bersama orang-orang tersayangnya tanpa gangguan apapun di dunia. Selesai pemakaman, Diana dan Marco menghampiri paman dan bibinya Budi yang kala itu sedang berbicara dengan Dr Fay. Mereka dan Dr Fay beserta paman dan bibinya Budi membicarakan penderitaan seorang anak yang bunuh diri akibat tekanan demi tekanan yang ia hadapi, Dr Fay tidak menyalahkan keputusan yang mereka semua ambil akibat rasa takut yang berlebih dan ingin Budi tak dalam bahaya, namun tak seharusnya mereka mengambil keputusan tanpa sepengetahuan orang yang termasuk penting dalam masalah tersebut. Diana, Marco juga paman dan bibinya merasa menyesal terhadap keputusan yang telah mereka ambil, dan mulai dari saat ini Diana akan bertekad untuk memperjuangkan orang-orang yang tidak bisa atau tak mampu memperjuangkan keadian mereka, ia bertekad menumpas seluruh tindakan kriminal yang akan merugikan banyak orang.
Diana kemudian memegang nisan kayu Budi seraya berkata “ Selamat tinggal kawan…..” sambil menangis dan menaruh air mata dari tangannya ke nisan kayu almarhum.
Comments (0)
See all