“apa kau sudah merasa baikan?” tanya Huangta
“ah! Kepalaku masih sedikit pusing. Tapi aku rasa...”
“istirahatlah. Tak perlu mengatakan kau baik-baik saja.” ucap Huangta
“baiklah.” Ucap Nita.
“oh ya. Kamu tidak jadi bekerja?” tambahnya.
“Aku sudah selesai bekerja. Tadi kan kau lihat aku pergi.” Jawab Huangta
“tapi ini baru jam satu siang.” Tanya Nita heran
“ya karena memang pekerjaanku sudah selesai.” Ucap Huangta. “makan dan istirahatlah sampai kau benar-benar membaik. Mengerti!”
“Ya aku mengerti. Terima Kasih.” Kata Nita sambil kemudian memakan makanan yang di bawa Huangta. Nita berpikir bagaimana bisa ada orang sebaik itu. Menolongnya, bahkan mengijinkannya istirahat dan makan di rumahnya. Tidakkah ia merasa risih jika ada orang asing tinggal dirumahnya? Pikir Nita bingung.
“Aku pikir kau akan tidur lagi.” Kata Huangta sambil duduk di sebelah Nita.
“Tidak. Jika aku terlalu banyak tidur itu akan membuat kepalaku tambah sakit. Jadi aku tidak tidur lagi. Lagipula kamu menyuruhku untuk istirahat bukan tidur.” Kata Nita sambil tertawa kecil.
“oh iya aku sudah mencuci piring yang barusan. Maaf membuatmu mencuci mangkuk yang aku pakai tadi pagi.” Tambahnya.
“ya, tidak masalah.” Jawab Huangta sambil menatap Nita.
“oh ya. Apa kau masih ingin bekerja disini? Atau kau ingin kembali ke negaramu?” tanya Huangta dengan wajah serius.
“tentu aku masih mau bekerja disini. Aku tidak ingin pulang kenegaraku dengan tangan kosong. Karena tujuan utamaku datang kesini memang untuk bekerja. Jika aku gagal pada satu kesempatan, masih ada kesempatan berikutnya kan?” ungkap Nita serius.
“baik-baik aku paham. Kau semangat sekali.” Kata Huangta sambil tersenyum ringan.
“ahahaha... maaf.” Kata Nita sambil tertawa malu.
“aku ada pekerjaan. Tapi gajinya tidak terlalu besar. Aku punya teman yang memiliki sebuah cafe yang cukup besar. Tapi belakangan ini mereka kekurangan pegawai dan membutuhkan pelayan baru. Apa kau mau mencobanya?” tanya Huangta ragu-ragu.
Nita menatap Huangta serius. Kemudian ia menundukkan kepalanya dan terlihat seperti memikirkan sesuatu. Huangta menatapnya ragu. “ah aku rasa ini tak sesuai yang kau harapkan. Jadi lupakan saja.” kata Huangta.
“Ah! Kenapa kamu bicara seperti itu? Tentu saja aku mau. Sangat mau. Kenapa kamu langsung suruh aku melupakannya? Aku kan sudah membayangkan betapa menyenangkannya bisa bekerja seperti itu.” Ucap Nita dengan wajah yang berseri.
Comments (0)
See all