Please note that Tapas no longer supports Internet Explorer.
We recommend upgrading to the latest Microsoft Edge, Google Chrome, or Firefox.
Home
Comics
Novels
Community
Mature
More
Help Discord Forums Newsfeed Contact Merch Shop
Publish
Home
Comics
Novels
Community
Mature
More
Help Discord Forums Newsfeed Contact Merch Shop
__anonymous__
__anonymous__
0
  • Publish
  • Ink shop
  • Redeem code
  • Settings
  • Log out

Sahabat Pena

Dua: Kartu Pos dari Namsan Tower

Dua: Kartu Pos dari Namsan Tower

Jul 20, 2022

Edinburgh, 2135


Beberapa hari berlalu dari obrolan di forum, selembar kartu pos—dalam artian sesungguhnya—yang ditujukan untuk Javas, tiba di alamat rumah mereka, diantar oleh robot kurir yang menggedor pintu rumah mereka tanpa ampun sampai dibukakan. Seusai makan malam, Bapak, Papa dan Javas duduk mengelilingi benda asing tersebut dengan takzim.

"Kupikir orang kita sekarang sudah tidak pakai kertas lagi," gumam Bapak. "Bentuknya pun berbeda dari kertas buku teks lama di University of Edinburgh yang cuma jadi pajangan." Beliau menjulurkan jarinya hendak menyentuh benda tersebut, namun Papa menahan pergelangan tangannya.

"Surat itu untuk Javas. Biar dia selesai membaca dulu, baru kita boleh melihatnya."

Mereka bertiga saling melempar pandangan, Javas menjulurkan tangan untuk meraih benda tersebut, dan membaca dalam diam.


Javas an-nyong!

Ini tulisan pelafalan, karena aku kamu yakin tidak bisa membacanya dalam bentuk han-gul. Kukirim padamu kartu ini ketika sekolah kami mengadakan darmawisata ke Namsan Tower. Sa-jang-nim penjual kertas daur ulang mengatakan bahan kartu pos itu. Kamu kertas belum pernah lihat, bukan? Baik-baik simpan, ya.


Sampai berjumpa lagi,

Do Hayu

(Ayahku Do nama Korea, jadi namaku Do Hayu)


Javas selesai membaca, mengoper kertas itu pada Bapak dan Papa yang menerima dengan penuh kehati-hatian. Sepintas, kertas daur ulang memiliki tekstur mirip serpihan bubur kayu yang tampaknya seperti dikerjakan dengan sembarangan; kasar dan berserabut. Tetapi bukankah keduanya memang terbuat dari bahan yang sama? Bapak dan Papa mungkin juga telah membaca tulisan tangan Hayu, karena kini mereka bertiga hanya saling pandang dalam keheningan yang canggung.

"Jadi ... temannya perempuan, ya?" Bapak membuka obrolan.

"Tidak masalah mau berteman dengan laki-laki atau perempuan," sambung Papa. "Perempuan dan laki-laki sama hebatnya, kok, dengan cara mereka masing-masing." Javas yakin kali ini kedua orang tuanya saling menendang kaki masing-masing karena bagian bawah meja ini sedikit berguncang. "Apa Javas ingin menulis surat juga untuk Do Hayu? Kita bisa balas lewat E-pos biasa karena kita tidak punya kertas. Do Hayu juga menyertakan alamat E-posnya di surat ini."

"Aduh, tata bahasanya ... oof—" Bapak meringis, pasti Papa berhasil menendang tulang keringnya tepat pada lokasi dan dengan tenaga yang bisa membungkam mulut seseorang.

Javas menggeleng, "Kurasa perkara surat menyurat seperti ini bukanlah kegemaranku. Aku harus balas gimana?"

"Balas apa saja yang ingin kamu bicarakan," jawab Papa. "Apa kamu nggak penasaran dengan temanmu? Apa musik kegemarannya? Apa grup idolanya? Papa dengar di Korea Selatan banyak grup idola keren yang multitalenta. Mungkin kamu mau coba dengar lagunya juga?"

Bapak mengembalikan kartu pos Javas, bocah tersebut menerimanya dengan kedua tangan karena takut rusak. "Kamu mau album untuk menyimpan kartu dari Hayu?"

"Album apa?"

"Semacam kantong plastik dengan perekat, agar kertasnya tidak sobek." Sambil tersenyum Papa menambahkan, “Kalau dipikir-pikir lagi, ini pertama kalinya Javas punya kertas sendiri. Biasanya kamu cuma bisa pegang kertas dari arsip Papa dan Bapak. Kamu pasti senang, 'kan, punya harta karun sendiri?”

Javas tidak terlalu paham maksudnya, tetapi ia menganggukkan kepala saja untuk menyenangkan hati Papa. "Kantong perekat … maksudnya pelindung  untuk kertas?"

Papa memutar bola matanya, "Hmm … anggap saja begitu. Kalau mau, besok Papa belikan sepulang kantor."

"Mau, Pa.” Javas tersenyum antusias. “Boleh aku masuk ke kamar sekarang? Aku mau merancang balasan untuk kartu pos ini di E-pos Sahabat Pena."

"Silakan, Javas."

Javas beranjak ke kamarnya di lantai dua, lalu membuka laptop demi menemukan cara untuk menghubungi Hayu kembali. Ia sedikit kecewa karena menunggu surat-menyurat semacam ini amat membosankan. Tetapi, begitulah peraturan di Sahabat Pena, mereka menggunakan patokan waktu kirim surat seperti di masa lampau yang memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, jadi tidak bisa berkirim pesan secara instan saat itu juga, meski kondisi saat ini jauh sangat memungkinkan. Justru karena itulah Sahabat Pena menjadi digemari banyak orang dan masih eksis hingga sekarang, karena banyak orang di masa kini yang penasaran bagaimana orang dulu berkomunikasi. 

Setiap hari selesai bimbingan dengan tutor kursus-dari-rumahnya, Javas menunggu notifikasi E-pos, berpikir Dahayu akan mengirim secara kilat. Bahkan jika mereka menggunakan pos kilat sekali pun, minimal ia perlu menunggu dua hari—disamping biaya kirimnya cukup mahal karena menirukan sistem pembayaran di masa lalu yang menarik biaya ekstra untuk durasi pengiriman yang lebih singkat—agak boros juga jika harus bayar lebih hanya demi mengobrol satu arah dengan temannya. Ini membosankan sekali, dan amat diluar dugaannya.

Sebagai seorang anak yang lahir dan dibesarkan di generasi melek internet—karena cukup sering mengamati bagaimana Bapak dan Papanya bekerja, Javas meraba-raba cara koneksi dunia maya di Sahabat Pena. Ia tidak bisa melacak alamat protokol internet Hayu hanya dia menggunakan koneksi sekali pintas lewat ruang publik, dan hukum internasional mengatakan internet di ruang publik mendapatkan perlindungan siber dari kemungkinan peretasan dan pencurian data, sehingga kerahasiaan semua penggunanya terjamin. 

Ia sempat bertanya-tanya, Dahayu hanyalah anak berumur tujuh tahun, tetapi ia sudah memahami konsep itu dengan sangat baik. Seperti cara pemikiran orang-orang dewasa saja. Ia teringat Dahayu pernah bercerita tentang ibunya yang bekerja di rumah sakit dan bapaknya seorang peneliti di bidang botani. Mungkin Javas bisa mulai dari sana. 

Javas menyalakan komputernya dan membuka portal jaringan rahasia agar jejak penelusurannya tidak muncul di server Bapaknya dan membuat beliau bertanya-tanya. Javas mungkin seorang anak yang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, tetapi ada sesuatu dari Dahayu yang membuatnya penasaran. Seperti enigma yang tidak sabar ingin dipecahkannya, Javas mulai mengumpulkan kepingan informasi sedikit demi sedikit. Ia membuka kembali riwayat perkenalan di Sahabat Pena dan mencari sedikit informasi yang bisa digalinya dari Dahayu Agnimaya. Lihat, bahkan ia sudah hafal nama lengkapnya, padahal Javas bahkan tidak bisa mengingat semua teman sekelasnya.


Pencarian tentang Universitas Kyung-Hee menemukan 3452917 hasil.


Javas menggulirkan layarnya ke bawah untuk mencari informasi yang dibutuhkannya tentang ayah Dahayu, tetapi sepanjang yang dilihatnya hanyalah sederet prestasi dan penghargaan, informasi penerimaan mahasiswa baru, lowongan asisten penelitian, dan kabar lain seperti jurnal ilmiah apa saja yang baru diterbitkan. Kebanyakan artikel yang lebih lama masih menggunakan huruf hangeul dan ia terlalu malas menyalakan fitur penerjemah di komputernya, karena sepertinya tulisan-tulisan tersebut hanya berisi tentang kegiatan akademis di lingkungan universitas saja dan hal-hal lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan Dahayu atau ayahnya. Javas mencoba kata kunci baru, Research Institute of Science for Human Life dan Doktor Do atau Profesor Do, karena dia ingat Dahayu bilang nama Korea Ayahnya adalah Do. 


Hasil pencarianmu tidak ditemukan, atau kamu tidak diizinkan untuk mengakses informasi ini. Silakan kembali pada halaman depan. 


Javas menutup layar komputernya dengan geram. Siapa Dahayu, dan mengapa dia begitu rapi menyembunyikan identitasnya? Tidak ada pilihan lain, Javas membuka gawai E-posnya dan mulai menyusun surat balasan.


Hai Dahayu, 

Aku sudah menerima kartu posmu yang bergambar Menara Namsan di Korea. Terlihat bagus dari kejauhan. Apakah sama bagusnya jika dilihat dari dekat? Aku jadi ingin berlibur ke Korea Selatan pada musim panas ini, jika Bapak mengizinkan. Maukah kamu bertemu denganku dan menjadi pemandu wisataku selama di sana?

Salam, 

Javas


custom banner
messylochness
N. Lucien

Creator

#konspirasi #distopia #rekayasa_genetika #sains_fiksi #masa_depan #young_adult #bildungsroman

Comments (0)

See all
Add a comment

Recommendation for you

  • Secunda

    Recommendation

    Secunda

    Romance Fantasy 43.3k likes

  • What Makes a Monster

    Recommendation

    What Makes a Monster

    BL 75.3k likes

  • Invisible Boy

    Recommendation

    Invisible Boy

    LGBTQ+ 11.4k likes

  • For the Light

    Recommendation

    For the Light

    GL 19.1k likes

  • Silence | book 2

    Recommendation

    Silence | book 2

    LGBTQ+ 32.3k likes

  • Blood Moon

    Recommendation

    Blood Moon

    BL 47.6k likes

  • feeling lucky

    Feeling lucky

    Random series you may like

Sahabat Pena
Sahabat Pena

4.2k views3 subscribers

Surat-surat dari seseorang bernama Dahayu Agnimaya tak pernah lupa menyapa Javas setiap hari Minggu. Suatu saat, kehadirannya berhenti begitu saja, dan balasan yang Javas kirimkan padanya tak pernah terjawab lagi. Sembilan tahun kemudian, ia dipertemukan dengan pengirim surat tersebut. Ada rahasia di balik semua petunjuk yang ditinggalkan lewat surat-surat itu, sehingga Javas harus memecahkan sendiri.
Subscribe

5 episodes

Dua: Kartu Pos dari Namsan Tower

Dua: Kartu Pos dari Namsan Tower

65 views 0 likes 0 comments


Style
More
Like
List
Comment

Prev
Next

Full
Exit
0
0
Prev
Next