Please note that Tapas no longer supports Internet Explorer.
We recommend upgrading to the latest Microsoft Edge, Google Chrome, or Firefox.
Home
Comics
Novels
Community
Mature
More
Help Discord Forums Newsfeed Contact Merch Shop
Publish
Home
Comics
Novels
Community
Mature
More
Help Discord Forums Newsfeed Contact Merch Shop
__anonymous__
__anonymous__
0
  • Publish
  • Ink shop
  • Redeem code
  • Settings
  • Log out

Selaksa Petang

Bagian Pertama: Mulai dari Nol

Bagian Pertama: Mulai dari Nol

Aug 28, 2022

"Isi penuh." 

"Selamat pagi, saya Hamal. Mulai dari nol ya, Pak," sapa Hamal ramah pada pengendara mobil SUV di hadapannya seraya menunjuk indikator pengisian bahan bakar yang berada pada angka nol. Sudah prosedurnya ia harus menyapa, memperkenalkan diri, dan menunjukkan angka di meteran, meski pelanggannya acap kali bersikap sesuka hati mereka. 

“Cepat Mas, saya buru-buru,” hardik pria paruh baya tersebut. Kacamata hitam mewah yang bertengger di cuping hidungnya didorong ke atas dengan ujung jari seraya membuang muka. Kendaraan yang ditumpangi pelanggannya merupakan keluaran terbaru dari perusahaan otomotif luar negeri dan Hamal baru melihatnya pertama kali dari jarak dekat. Ia bahkan tidak memiliki waktu untuk mengagumi keelokan desain dan derum halus mesinnya karena harus segera menjalankan tugas.

Hamal menundukkan kepala, ia beranjak menuju tangki bahan bakar yang telah dibuka dari dalam secara otomatis oleh sang pengendara lalu menyambungkan dengan pompa bensin. Ia mengerjap beberapa kali untuk menghilangkan rasa kantuk. Ia tidak tidur sama sekali semalaman karena mendapat shift ketiga. Pagi ini setelah selesai bekerja di SPBU, dia akan segera berpindah ke pekerjaan paruh waktu lain di kafe yang terletak tiga blok dari sini, baru setelahnya Hamal bisa beristirahat. 

Dua hari lalu adiknya, Karkata, mengatakan pada orang tua mereka bahwa ia harus segera melunasi uang iuran sekolah agar bisa mengikuti ujian. Hamal tahu ibunya tidak memiliki uang lebih untuk membayar uang sekolah, di saat persediaan beras di rumah semakin menipis dan di dalam kulkas hanya tinggal sebutir telur untuk sarapan keluarganya pagi ini.

Hamal memasang senyum saat menyadari pantulan wajahnya di bodi mulus mobil baru ini yang tampak muram. Setidaknya hari ini ia akan menerima gaji mingguannya. Pak Sutanto, pengelola di sini, hanya bisa menggaji Hamal seminggu sekali berdasarkan jam kerja dan jumlah hari di mana SPBU kecil ini memerlukan bantuan tenaga lepas. Hamal berharap uangnya cukup untuk membayar sekolah Karkata dan mungkin membeli sedikit makanan untuk bertahan hidup sampai minggu depannya lagi.

Suara berdenting yang ditimbulkan oleh pompa mesin ketika bahan bakar yang diisikan sudah nyaris penuh membuat Hamal bersiaga untuk mematikan tuas. Hamal menutup tangki dengan rapat seperti keadaan semula sebelum kembali berjalan ke arah pengemudi. Pria paruh baya tersebut mengeluarkan kartu berwarna hitam yang mulus dan mengilap, lalu Hamal mendekatkan mesin pembayaran nontunai yang terletak samping pompa agar bisa memindai kartu tersebut dan biaya yang dikeluarkan untuk mengisi bensin langsung terpotong dari saldonya. Hamal tidak lupa mengucapkan terima kasih dengan wajah letih penuh senyum, meski pengendara tersebut langsung tancap gas selesai melakukan transaksi.

Hamal melirik penunjuk waktu di panel mesin pompa. Sepuluh menit lagi sif-nya akan berakhir dan ia harus segera mengayuh sepeda bututnya ke kafe Nirmala setelah menerima gajinya. Semoga hari ini Pak Sutanto tepat waktu.

Sebuah mobil kembali berhenti di hadapan Hamal. Kali ini sebuah MPV paling mahal di kelasnya berwarna hitam legam yang plat nomornya masih berwarna putih, pertanda mobil ini masih baru. Bukan pertama kalinya Hamal mengisi bahan bakar mobil sebagus ini, tetapi belum pernah dalam hidupnya mendapati mobil mewah datang berturut-turut sepanjang ia bekerja. Sedangkan Hamal selalu mendapatkan sif malam karena hampir tidak ada yang mau bekerja selarut itu. Meski cuma bekerja selama lima jam, gaji yang diterimanya jauh lebih kecil dari standar bekerja normal delapan jam perhari. Hanya orang gila atau orang yang butuh uang seperti dia yang rela melakukan pekerjaan ini.

Jendela pengendara tergulung turun, menampakkan seorang wanita cantik yang terlihat seperti Alpha dari pembawaannya. Wangi aroma feromon serupa hutan cemara yang berpadu dengan sedikit sentuhan citrus menguar dari tubuh wanita yang mengenakan kacamata hitam tersebut. Hamal kembali mengulang sapaannya dengan lihai karena telah terbiasa ketika pandangan mereka berserobok.

"Selamat pagi, saya Hamal. Mulai dari nol ya, Kak." 

Dari jendela yang setengah terbuka, Hamal menyadari bagian pengendara dan penumpang mobil ini dibatasi oleh partisi kaca berwarna kelam. Saat ia mengamati dengan saksama, kaca-kaca jendela mobil ini dilapisi kaca film gelap untuk memberikan privasi bagi orang yang berada di dalamnya. Siapapun orang yang memiliki kendaraan ini, pasti sangat kaya dan begitu melindungi privasi mereka.

Hamal melanjutkan pekerjaannya seperti biasa. Setelah selesai mengisi tangki hingga penuh dan mengembalikan pompa ke tempat semula, Hamal mengangkat mesin pembayaran portabel seukuran buku A5 dan mendekatkan pada pelanggannya. Wanita cantik tersebut mengeluarkan selembar kartu yang langsung dipindai oleh mesin tersebut. Ia tidak langsung melajukan kendaraannya setelah transaksi selesai. Ia menurunkan kacamatanya untuk menatap lurus ke atas Hamal, lalu mengeluarkan selembar uang dari dalam dompet jinjingnya.

"Ini tip buat kamu," katanya sambil menyerahkan dua lembar uang berwarna merah. Hamal membelalak melihat uang tersebut. Apakah wanita ini bisa membaca isi pikirannya yang sedang kalut karena kesulitan keuangan hanya dengan sekali lihat?

"M-ma-maaf Kak, t-t-tetapi …"

"Udah simpan aja," perempuan tersebut memaksakan uang di tangannya ke dalam kantong seragam Hamal. Jendelanya tertutup naik dengan cepat dan mobil tersebut melaju kencang meninggalkan SPBU, membuat Hamal mematung di tempat saking kagetnya. Ia buru-buru menyimpan uang tersebut ke dalam kantong celananya yang lebih dalam lalu berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa. Tidak ada aturan yang melarang karyawan menerima tip di sini, tetapi belum pernah ada yang memberi Hamal tip sebelumnya. Hamal bahkan belum sempat berterima kasih pada malaikat penolongnya pagi ini. 

Hamal menghela napas berat. Rasa kantuk perlahan mulai menyerangnya di saat jam kerja tinggal kurang dari lima menit lagi. Hamal menunggu hingga penggantinya, Mbak Monika datang untuk bertukar sif sebelum masuk ke bangunan kantor di belakang minimarket untuk berganti pakaian dan mengambil bawaannya.

Pak Sutanto sedang mengangkat telepon di ruang pengawas ketika Hamal masuk. Dari rona wajahnya yang masam, terlihat bahwa beliau tampak kurang menyukai apapun yang orang di seberang sana katakan padanya. Hamal segera berlalu ke ruangan lain untuk menukar baju atasannya dengan jumper biru kelasi yang sudah dimilikinya sejak masih SMA dan mulai menipis di bagian siku, lalu melipat seragamnya dengan rapi. Ia sudah memanggul ransel hitam tidak kalah butut dengan jumper-nya ketika Pak Sutanto berdiri di depan ruang loker pegawai untuk menemuinya.

"Hamal, kamu buru-buru? Duduk dulu, saya mau bicara sebentar."

Hamal duduk di bangku kayu reyot yang menghadap deretan loker pegawai, menunggu Pak Sutanto berbicara. Beliau tampak gelisah, terlihat dari jemarinya yang tidak bisa diam dan beberapa kali menghela napas sebelum akhirnya membuka suara.

"Saya sudah transfer gaji mingguan kamu hari ini," kata beliau. Hamal mengangguk senang respons. Pak Sutanto duduk di sebelah Hamal, mengangsurkan selembar amplop putih ke arahnya. "Ini … uang pesangon untuk kamu. Pemilik SPBU ini, Pak Jayadi, memutuskan untuk menutup SPBU pada malam hari terkait dengan peraturan pembatasan jam malam yang baru diresmikan beberapa hari lalu. Beliau beranggapan jika membayar pajak ekstra untuk tempat usaha yang jelas sangat dibutuhkan orang setiap waktu seperti pom bensin ini sangatlah konyol, jadi sepertinya kamu tidak lagi dibutuhkan di sini."

Hamal menerima amplop tersebut dan mengintip isinya. Tidak banyak, tidak lebih dari separuh gaji mingguannya, tetapi masih lebih banyak ketimbang uang pesangon yang diterimanya dari tempat lain setiap kali Hamal berhenti bekerja. Hamal tersenyum getir, ia pikir hari ini akan jadi hari yang baik untuknya mengingat beberapa saat lalu ada seorang dermawan yang memberinya uang tip. Tetapi, justru permulaan yang baik menjadi pertanda jika dia harus bersiap-siap untuk suatu hal yang buruk.

"Tidak apa-apa, Pak, saya mengerti. Terima kasih sudah mengizinkan saya bekerja di sini selama beberapa bulan belakangan." 

Hamal menyelipkan amplop tersebut ke dalam kantong paling luar ranselnya lalu berdiri setelah memastikan ritsletingnya terkunci rapat. Ia ulurkan tangan yang dijabat erat oleh Pak Sutanto mungkin untuk terakhir kalinya sebagai pegawai dan pengelola usaha.

"Hamal," Pak Sutanto terlihat gamang. "Saya tahu kamu butuh biaya untuk hidup. Saya punya teman sekolah yang bekerja sebagai kepala kasir di supermarket Karib. Saya bisa mengenalkanmu padanya barangkali ada lowongan pekerjaan di sana."

"Terima kasih atas bantuannya, Pak. Saya sangat mengapresiasi pertolongan Anda." Hamal membungkukkan tubuhnya di hadapan Pak Sutanto karena tidak mampu lagi menahan rasa harunya. 

Mungkin Hamal tidak harus memulai segalanya dari nol lagi, seperti yang ditakutkannya.
custom banner
messylochness
N. Lucien

Creator

#Omegaverse_ #lokal

Comments (0)

See all
Add a comment

Recommendation for you

  • Secunda

    Recommendation

    Secunda

    Romance Fantasy 43.3k likes

  • What Makes a Monster

    Recommendation

    What Makes a Monster

    BL 75.3k likes

  • Invisible Boy

    Recommendation

    Invisible Boy

    LGBTQ+ 11.4k likes

  • For the Light

    Recommendation

    For the Light

    GL 19.1k likes

  • Silence | book 2

    Recommendation

    Silence | book 2

    LGBTQ+ 32.3k likes

  • Blood Moon

    Recommendation

    Blood Moon

    BL 47.6k likes

  • feeling lucky

    Feeling lucky

    Random series you may like

Selaksa Petang
Selaksa Petang

313 views5 subscribers

Hamal Janardana, 18 tahun, mungkin satu-satunya Alpha yang terlahir dari orang tua Beta. Tetapi menjadi seorang alpha tidak lantas memberinya hak-hak istimewa selayaknya Alpha-Alpha yang lain. Hamal tetaplah anak yang biasa saja, tanpa prestasi lebih yang bisa membuatnya terlihat menonjol di sekolah. Meski begitu, ia cukup lihai dalam memainkan gitar dan sering diminta menjadi pengiring kelompok akustik di sekolah.

Makara Cinde, 19 tahun, paling tidak suka jika ada orang yang memujanya hanya karena penampilan saja. Sebab itu pemuda ini tidak suka menghadiri acara musik atau jumpa fans secara langsung. Pada usia semuda itu, Kara sudah menjadi produser untuk lagu-lagu yang dia ciptakan dan nyanyikan sendiri. Akun CloudSound-nya telah diikuti beberapa ratus ribu orang dan lagu-lagu resminya yang telah dirilis di Stopify telah didengarkan lebih dari dua juta kali.

Hamal hanya ingin memberikan kehidupan yang lebih layak untuk keluarganya. Kara ingin orang-orang di Instantgram berhenti mengagumi ketampanannya dan melihat dia sebagai seorang musisi.

Tidak ada ruang bagi keduanya untuk jatuh cinta.
Subscribe

1 episodes

Bagian Pertama: Mulai dari Nol

Bagian Pertama: Mulai dari Nol

311 views 5 likes 0 comments


Style
More
Like
List
Comment

Prev
Next

Full
Exit
5
0
Prev
Next