Please note that Tapas no longer supports Internet Explorer.
We recommend upgrading to the latest Microsoft Edge, Google Chrome, or Firefox.
Home
Comics
Novels
Community
Mature
More
Help Discord Forums Newsfeed Contact Merch Shop
Publish
Home
Comics
Novels
Community
Mature
More
Help Discord Forums Newsfeed Contact Merch Shop
__anonymous__
__anonymous__
0
  • Publish
  • Ink shop
  • Redeem code
  • Settings
  • Log out

Akhir Drama yang Tak Ditulis di Ravenmoor

Panggung yang Tak Pernah Diam

Panggung yang Tak Pernah Diam

Jul 08, 2025

Aroma debu panggung bercampur dengan aroma tua kayu pinus dan keringat gugup memenuhi udara ketika kami akhirnya berdiri di sisi tubuh Elijah Vaskov. Cahaya sorotan di atas kepalanya kini menjadi saksi bisu, membingkai adegan kematiannya seolah bagian dari drama agung. Tapi ini bukan akting. Ini nyata. Dan kami adalah dua penonton yang terlalu peka untuk tertipu oleh naskah.

Arthur melangkah mendekati naskah terbuka di pangkuan korban. Tangannya mengenakan sarung tangan kulit tipis, dan ia mengangkat halaman itu dengan hati-hati, memperhatikan tulisan besar yang terpampang:

         “Scene 5 – Elijah’s End”
dan tepat di bawahnya, dengan tinta hitam yang lebih pekat daripada isi naskah lainnya,

             “The final act is always honest.”
Arthur mengangguk kecil. "Ini bukan bagian dari naskah asli, Doyle."

Aku menghela napas. "Dan bukan juga dari naskah yang diam-diam dia ubah. Kita akan pastikan itu."

Aku kemudian berdiri, menghadap ke arah para kru dan pemain yang masih berkumpul di belakang panggung. Beberapa terlihat bingung. Yang lain tampak panik. Bahkan sutradara tampak lebih gugup daripada siapa pun.

"Lower the stage curtain now!" seruku.
Seorang teknisi bergerak cepat. Tirai perlahan menutup, menutupi pemandangan mengerikan dari penonton yang mungkin masih terngiang dalam benak mereka.

Arthur menambahkan, "Those who are not concerned please leave this stage immediately. We only want the main cast and stage crew here."

Aku melangkah ke balik panggung, dan di situ aku melihat sesuatu.

“Arthur, sini,” panggilku.

Di dekat sisi kanan panggung, ada sebuah botol tinta tua, pena bulu, dan sarung tangan hitam yang tergeletak seperti properti. Tapi ada sesuatu yang janggal. Botol tintanya terbuka, dan masih basah. Pena bulunya terlihat seolah baru saja dipakai. Dan sarung tangan… terlalu kecil untuk tangan Elijah.

"Apa kamu pikir ini ditinggalkan sengaja?" tanyaku.

Arthur menjawab tanpa ragu, "Seperti tanda tangan. Tapi untuk siapa?"

Tak lama, seorang teknisi datang tergesa-gesa dengan ekspresi panik. “The backstage motion detector active around 10:36 PM. Just seconds before the show started!”

Kami saling bertatapan.
“Dan kematian terjadi sekitar waktu itu juga…” bisik Arthur.

Aku melangkah ke ruang ganti Elijah, dan di sanalah kami menemukan pesan lain—dengan lipstik merah menyala di atas cermin:

      “You’ll never rewrite this ending.”

Arthur menatap refleksinya di cermin, lalu beralih padaku.
"Apakah kau mengerti maksud pesan ini?"

Aku mengangguk perlahan. “Seseorang marah. Seseorang yang merasa Elijah ingin mengubah akhir cerita… mungkin seseorang yang merasa naskah itu miliknya.”

Pemeriksaan Awal TKP:
Waktu kematian: Sekitar 22.35–22.37 (rigor mortis tahap awal)

Ligature mark: Halus, menunjukkan penggunaan sistem penggantung otomatis

Luka fisik: Tidak ada tanda perlawanan

Sidik jari: Botol tinta milik Elijah, tapi sidik jari pada sarung tangan berbeda dan lebih kecil

Motion detector: Aktif pukul 22.36 (sekitar 10 menit sebelum tirai terbuka)

Aku lalu menyapu pandangan ke sekitar ruang ganti. Tumpukan naskah, botol parfum usang, beberapa properti panggung, dan sebuah koper terbuka di sudut ruangan. Tapi mataku menangkap sesuatu yang aneh.

“Arthur, lihat ini...” ujarku sambil menunduk ke bagian bawah meja rias.

Terdapat selembar kertas kecil yang nyaris menempel di bagian dalam laci bawah—terselip rapi, seperti sengaja disembunyikan. Kami tarik perlahan.

Tulisan tangannya khas, sedikit tergesa, tapi tegas. Itu dari Elijah sendiri.

         "They are rewriting my scene. I know it. But I won’t let them take my voice. If I fall, I want the world to know                           —this wasn't my script."

Arthur menatapku. “Dia tahu sesuatu akan terjadi.”

Aku mengangguk, mataku mulai menelaah susunan kalimatnya. “Dan dia tak punya cukup waktu untuk mencegahnya.”

Kami lanjut menyisir teater—belakang panggung, sayap kiri dan kanan, hingga ruang kendali teknis. Di antara kabel dan panel kontrol tua, kami menemukan tombol sistem gantung otomatis—alat yang bisa mengangkat dan menurunkan aktor dari panggung. Di bawahnya... sidik jari.

"Ambil sampelnya," kataku. "Dan segera cocokkan dengan semua orang di lokasi malam ini."

Kami kembali ke panggung. Lampu sorot kini padam, tirai ditutup. Hanya kami berdua, berdiri di tengah ruangan kosong yang masih terasa berat oleh keheningan. 

naufalmukin2
Naufal Mukin

Creator

Comments (0)

See all
Add a comment

Recommendation for you

  • What Makes a Monster

    Recommendation

    What Makes a Monster

    BL 75.3k likes

  • Invisible Boy

    Recommendation

    Invisible Boy

    LGBTQ+ 11.4k likes

  • Touch

    Recommendation

    Touch

    BL 15.5k likes

  • The Last Story

    Recommendation

    The Last Story

    GL 43 likes

  • Blood Moon

    Recommendation

    Blood Moon

    BL 47.6k likes

  • Secunda

    Recommendation

    Secunda

    Romance Fantasy 43.3k likes

  • feeling lucky

    Feeling lucky

    Random series you may like

Akhir Drama yang Tak Ditulis di Ravenmoor
Akhir Drama yang Tak Ditulis di Ravenmoor

374 views0 subscribers

Ravenmoor, kota tua di Eropa bagian Timur yang memiliki gedung gedung tinggi menjulang bak gedung geudng gothic tahun 90an. Doyle Ford dan Arthur Ford (saudara sekaligus partner nya dalam menelesaikan kasus) berlibur kesana untuk menonton teater dari sang Aktor Terkenal -Elijah Vaskov. Namun, nampaknya kesenangan itu hanya bertahan sementara.
Sang Aktor ditemukan tewas saat drama terakhir dimainkan. Panggung yang penuh tepuk tangan itu perlahan mulai terdengar jeritan panik dna histeris. Semua penonton seketika amburadul. Doyle dan Ford seketika beranjak dari kursi penonton dan melakukan apa yang arus mereka lakukan, walaupun ini tidak ada dalam daftar kegiatan yang hendak mereka lakukan.
Subscribe

10 episodes

Panggung yang Tak Pernah Diam

Panggung yang Tak Pernah Diam

38 views 0 likes 0 comments


Style
More
Like
List
Comment

Prev
Next

Full
Exit
0
0
Prev
Next