Langit mendung, tapi bukan sebab cuaca — seolah dunia tahu sesuatu sedang menunggu untuk berubah.
Autumn duduk di meja sarapan bersama ayahnya, suasana rumah itu seperti biasa — mewah, tenang, tapi pagi ini ada sesuatu yang berat di udara.
Ayahnya membelek surat khabar, kemudian menoleh perlahan.
“Autumn,” suaranya rendah tapi tegas.
“Ya, ayah?”
“Café yang kamu selalu pergi tu… ayah dapat tahu salah satu staf di sana anak kepada pekerja lama kita dulu. Ingat tak, keluarga yang dulu kita bantu selepas ayahnya meninggal?”
Jantung Autumn seolah terhenti.
Dia tak perlu tanya siapa yang dimaksudkan — dia tahu.
“Nama dia Winter, kan?”
Autumn tunduk sedikit, cuba sorokkan reaksi. “Ayah kenal dia?”
“Dulu, ayahnya kerja di bawah syarikat kita. Tapi lepas jatuh sakit dan meninggal, keluarga tu terputus bantuan sebab ada masalah pentadbiran.”
Nada ayahnya berat. “Ayah baru tahu sekarang mereka hidup susah. Tapi yang buat ayah pelik… kenapa kamu selalu ke café tu?”
Autumn menggenggam sudu di tangannya.
“Ayah, saya cuma suka suasana tempat tu. Tak ada apa-apa.”
“Autumn,”
Nada suara ayahnya berubah — lembut tapi tajam.
“Kamu tahu kan, dunia ni tak semua orang jujur. Kamu anak tunggal, pewaris keluarga ni. Kamu kena berhati-hati dengan siapa kamu rapat.”
Ayat itu menikam terus ke dada Autumn.
Dia tahu Winter bukan seperti yang ayah fikirkan — tapi bagaimana nak jelaskan tanpa membuka semuanya?
Dia sempurna di mata semua orang, tapi menyembunyikan seribu beban.
Dia punya segalanya, tapi mencari erti sederhana.
Dan bila dua musim bertemu — segalanya berubah.