Gema dari pertemuan sarung tangan pelindung berkecepatan tinggi dengan plastik samsak memenuhi ruangan latihan selebar setengah lapangan sepak bola, terdapat arena bertarung ditengahnya serta pernak pernik lainnya seperti tali pembatas, sudut kubu, diatasnya tergantung lampu lampu, empat monitor besar dan besi penyangga.
hanya aku seorang berlatih pada jam segini, walau terkadang dia menemaiku namun hari ini katanya ada urusan di kampung. jadi, ya.. tinggal aku seorang, anggota yang lain mungkin satu atau dua jam lagi baru sampai, paling juga kakek Joe yang datang lebih awal untuk membersihkan lantai sebelum semuanya sampai di tempat ini.
menu latihanku hari ini adalah pukulan jab dua ribu kali ke samsak, push up lima puluh, sit up lima puluh, squat jump lima puluh kali, plank setengah jam, rotating punch lima menit sepuluh kali, lalu pendinginan, setelah itu joging. "semoga saja bisa selesai sebelum jam 8 pagi."
aku melanjutkan pukulanku, "1732, 1733, 1734. 1735, --" terdengar suara pintu terbuka, "Pagi kakek joe,"
"Pagi alex, sudah berapa ribu?" ucapnya ramah
"baru seribu tujuh ratus empat puluhan."
"sudah hampir selesai ya, ngomong ngomong dimana si rizky, temanmu yang biasa menemani latihanmu."
"pulang kampung, katanya ada urusan yang penting." aku mengatur nafas dan tempo pukulan, "kek, punggungmu bagaimana udah mending?"
"urusan ya, hhhmmm... punggungku. sudah mendingan, tukang pijit yang kau sarankan hebat juga, sampai sampai aku dikasih tau cara duduk dan jalan yang benar, sekarang aku bisa bergerak seperti saat ku muda, jadi pingin goyangin pinggang ke mudi mudi kampus sini."
aku tertawa lepas "dasar kakek cabul."
"apa kau bilang!" teriaknya, lalu di sambung ketawa lepas. "oh iya, bagaimana keadaan lukamu itu?"
"biasa, walau terkadang, ada rasa seperti disayat setiap aku bergerak terlalu cepat."
"dasar, bisa bisanya kau terluka seperti itu, sampai sampai jadi berita hangat selama beberapa minggu. haha, kau habis berapa untuk mengobati mereka?"
"haha,, habis berapa ya, seratus dua belas kalo tidak salah."
"buset, uang segitu mending buat booking bisa dapat barang baru."
"dasar kakek sial."
"hahaha.. loh kok berhenti?"
"sudah dua ribu."
"oh, ya sudah, aku kebelakang dulu, kau perlu kuambilkan minum tidak?"
"boleh, biasa, air hangat, tolong kek."
"ya.."
aku melanjutkan menu latihan selanjutnya, sampai terakhir, lalu meminum air hangat dan bergegas menuju pintu keluar untuk joging, "aku tinggal sebentar kek."
"ok, awas, jangan buat onar..."
"ok ok.."
sesampainya diluar aku meregangkan tubuh bagian atas dan melemaskan kaki, jongkok jinjit empat kali lalu mulai joging, rutenya mengelilingi blok tempat latihanku, melewati pusat perbelanjaan, lapangan sepakbola, dan salah satu kampus terbaik disini. udaranya tidak begitu panas, namun asap dari truk sampah mencemarinya, "sial tau gini, aku tadi pake masker."
"baru jam segini, udah macet aja ini jalan. lagi pula bukannya ini minggu." aku berlari sambil melihat wajah orang orang yang terjebak macet, terkadang ironi sekali melihat mereka, menggunakan kendaraan bermotor agar lebih cepat sampai tujuan, malah terlambat karena kendaraan tersebut. dan lucunya sebagian dari mereka menyalahkan orang lain karena keterlambatanya. manusia manusia seperti itu yang paling aku benci.
setelah melewati jalanan macet, aku sampai diarea kampus, walau ada dipusat kota, tempat ini seperti tempat tinggalku dulu di daerah temanggung, entah butuh berapa lama untuk membuat hutan di kampus hijau ini. tak hanya tempatnya yang nyaman, mahasiswinya pun cakep cakep, tak ayal si kakek sampai seperti itu.
sesampainya aku kembali ke tempat latihan, disana sudah ada ketua yang sedang berbincang dengan kakek Joe, aku sedikit terkejut, karena kejadian kemarin aku belum satu kali pun bertemu denganya.
"YO ALEX!" sapa rekanku dari belakang. astaga, gorila bodoh, kenapa dia malah teriak disaat aku mau menyelinap. aku melirik kearah mereka berdua, mati aku, ketua berjalan menuju kesini.
"oh, hai gor- maksudku dedi, aku ada urusan yang mendadak. tolong lepaskan tanganmu dariku."
"A L E X!!!!" bulu kuduku berdiri ketika mendengar teriakan orang itu, ada empat orang saat ini yang bisa membuatku merinding ketakutan, pertama Ayahku, kedua tante Karla, ketiga kakek Joe, dan terakhir dia. terakhir aku dibuat tak sadarkan diri ketika latih tanding, padahal aku sudah yakin mengenai dagunya, tapi entah kenapa malah aku tiba tiba terbangun di pukesmas tak jauh dari sini. dia pasti belajar ilmu hitam, tidak salah lagi. "P-Pagi ketua."
"Poga pagi, poga pagi, kepalamu pagi!" dia melayangkan dropkick kearah perutku, tak sempat menghindar aku terpental bersama dengan Dedi. menabrak tembok, dan aku tidak tau apa yang terjadi berikutnya, sepertinya aku pingsan dan terbangun di bangku tengah.
"ah... sialan kau ketua, tiba tiba menendangku."
"Hahaha... maaf maaf, aku tadi terlalu bersemangat. ini, minum. aku ingin mendengar ceritamu." ucap pria itu lalu menyodorkan segelas teh.
"wah, aku kira kau akan menghajarku karena kejadian kemarin."
"mana ada, orang sepertimu walau kuhajar tidak akan kapok." ia tertawa, "ayo, ceritakan bagaimana bisa terjadi seperti itu?"
aku memandangi wajah orang orang di sekitarku, "ok, semua bermula ketika---"
*satu bulan sebelumnya.
kejadian itu bermulai ketika aku sedang jalan jalan sore, aku tidak begitu ingat pukul berapa waktu itu. yang jelas adzan asar sudah lama terlewat, dan lampu jalan sudah menyala tapi belum maghrib. sebenarnya baru pertama kali aku lewat daerah tersebut karena memang ingin suasana baru, aku coba saja rute lain. walau sebenarnya jaraknya lumayan lebih jauh dari biasanya. semuanya baik baik saja, pada awalnya, sampai ketika aku akan melewati sebuah jembatan.
lalulintasnya memang ramai tapi tidak begitu macet, tidak ada suara klakson marah, atau teriakkan untuk mempercepat laju, lalu aku berjalan lewat trotoar yang disediakan di pinggir jalan sepanjang jembatan. baru beberapa langkah berjalan, aku terhenti oleh pengendara motor yang menggunakan fasilitas ini untuk terhindar dari ramainya kendaraan atau agar lebih cepat dalam artian melewati jembatan. aku merasa tidak terima, kemudian kusuruh dia turun, pengendara pertama mengikuti ucapanku dan dia turun. sebenarnya aku juga membantunya turun. sialnya tak hanya satu yang menggunakannya.
pengendara kedua, sampai lima masih mau mereka, nah mulai dari pengendara keenam ini yang membuat emosiku naik. aku tidak tau siapa dia, dari platnya aku rasa dia pendatang karena berbeda leter.
"Ngapain mas? hah, minggir.." ucapnya dengan nada sedikit tniggi.
"mas trotoar buat siapa. ini untuk pejalan kaki, turun." aku membalasnya juga dengan nada yang sama, sambil menunjuk jalan yang kupijak. "kalau ngga mau kena macet jangan pakai motor."
merasa kalah dengan argumenku, mungkin. dia turun dengan mengumpat beberapa kali kearahku. mendengar hal itu aku memandangnya lalu tersenyum, sambil mengingat pepatah, anjing menggonggong khafila berlalu.
entah apa yang terjadi, saat aku berbalik dan melihat kedepan, dibelakang pengendara keenam ini para pengendara turun dengan sendirinya, tapi tidak semuanya. aku bersikap seperti biasa, berjalan dengan santai, didepanku berjarak mungkin setara dengan empat sepeda motor ada ibu ibu membawa tas belanja tradisional mengalah untuk pengendara didepannya.
aku menghela nafas, tak lama aku berpapasan tapi aku tidak mau mengalah untuk memberikan hakku kepada pengendara yang merampas hak pejalan kaki sepertiku. bukannya mencari masalah tapi aku hanya ingin penduduk, ah jangan terlalu jauh. setidaknya para pengendara di daerah ini tau akan peraturan dan hak hak serta kewajiban untuk paling tidak menghormati pengguna fasilitas umum lainnya.
pengendara itu mengklaksonku, aku tak menghiraukannya tetap berdiri ditengah. melihat wajah dibalik kaca helm yang menutupi. dia mengklakson kembali, kali ini suaranya lebih lama dan aku tetap tak memperdulikannya. dia membuka kaca helm dan menarik maskernya.
"WOI! MINGGIR! NGAPAIN LO ANJING NGALANGIN BANGSAT!" teriaknya.
"ini bukan jalan sepeda motor, bisa turun ngga?" jawabku pelan.
"HAH!? TERUS KENAPA? SUKA SUKA GW LAH, GW ORANG SINI, GW BIASA LEWAT SINI LO SIAPA NYURUH NYURUH GW BUAT TURUN." timpalnya.
sontak aku pegang stang kiri pengendara itu dengan tangan kananku lalu sekuat tenaga mendorongnya ke kanan sampai roboh bersamaan dengan pengendaranya. terdengar suara remukan plastik. aku turun, tanpa basa basi menendang wajahnya. dia tergeletak.
"WOI! BRENGSEK, TEMEN GW LO APAIN!" teriak pengendara di belakangnya.
"dia udah aku beritahu baik baik malah nyolot."
"LAH MAU BAGAIMANA LAGI, SALAH PEMERINTAH KARENA MEREKA TIDAK BISA MENGATASI-" ketika mendengar ucapannya tangan kananku menghujam wajah dibalik kaca helm, dan dia terjatuh bersamaan dengan sepeda motor yang dinaikinya.
selagi terjatuh kuhujam kembali dia, mengincar kepala orang itu walau terlindung oleh helm, entah setan apa yang merasukiku aku tidak memperdulikan kerasnya plastik polymer yang dibentuk sedemikian rupa untuk melindungi kepala dari benturan jika terjadi kecelakaan.
bukannya aku tidak terima dengan ucapanya menjelek jelekkan pemerintah, hanya saja aku benci dengan orang orang yang menyalahkan orang lain untuk berlindung dari kesalahannya sendiri.
entah sudah berapa kali aku menghujamnya yang kutau benda itu sudah retak dan darah mengalir di aspal, keluar dari dalam helm, dan orang orang yang tadinya menonton kini memisahkan aku dengannya, aku melihat beberapa dari mereka bergegas memindahkan sepeda motor dari pengendara yang ku hajar.
saat aku ditarik kebelakang beberapa pukulan mengenai wajahku, karena tidak terima, aku meronta, menggerakkan siku kanan kearah belakang, mengenai rusuk mungkin atau bagian yang lain, membuat tahanannya berkurang, melepaskan diri, orang orang didepanku terkejut ketika aku berhasil meloloskan diri dari pitingan.
kucari seseorang yang memukulku, dia salah satu dari mereka, aku tau itu, aku melihatnya dia berada dibelakang pemuda yang mencoba menutup wajahnya agar tidak terkena gerakan liar tangan orang orang, tatapan pemukul itu nanar kearahku diikuti mungkin teriakan atau apa, karena aku tidak mendengar apapun hanya terlihat gerakan mulutnya serta ayunan tangan kirinya, aku menghindar, dia mengenai pemuda didepannya, kuraih pet helmnya dengan tangan kiriku sekuat tenaga, menariknya, tubuhnya terhuyung kedepan saat hampir terjatuh kuhantamkan lutut, mengenai dadanya, dia langsung tersungkur.
aku sedikit terkejut, lalu datang rekan yang lainnya, orang orang yang meleraiku mundur semua, ketika melihat salah seorang dari mereka membawa senjata tajam, aku menghela nafas, jumlahnya dua orang, mereka mengenakan jaket kulit, celana kain biru, safety shoes, berhelm, dan masih menggendong tas, walau terlihat seperti orang orang turing namun sepertinya mereka adalah siswa sma/smk, aku tidak peduli latar belakang orang orang ini, selagi mereka melanggar dan tidak mau di benarkan, ya maaf saja kalau tanganku menghujam kepalamu.
sebuah celurit, aku tau itu dari bentuknya, kelihatanya mereka hendak melakukan tawuran. 'ah brengsek' gumamku. kuda kudaku sudah siap, orang yang membawa benda itu maju dengan cepat, memutar mutarkan diatas kepala, dia satu langkah di depanku, mengayunkannya. aku melompat mundur, lalu mengayunkannya lagi, aku belum siap, ujungnya merobek kulitku dari pinggang sampai dada.
"MAMPUS!"
walau tidak dalam dan tidak sakit, tapi hal itu sedikit membuatku terguncang, bajuku juga ikut robek, ketika ia hendak melancarkan ayunan ketiga aku melompat maju, sambil menunduk, orang itu mengnicar bagian atas tubuhku. aku lolos dari maut, pilihanku untuk menunduk tepat, lalu aku lancarkan pukulan tepat di leher. seketika dia terpental dan jatuh.
aku mengejarnya, saat hendak ku hantam. tubuhku terdorong, kali ini aku merasa sakit di lukaku. "brengsek.." gumamku. rekannya menendangku.
aku melihat orang yang hendak ku hantam sudah tersungkur. hal itu membuatku lega, karena sekarang fokusku hanya pada satu orang. pikirku.
"BAJINGAN KAU!" teriaknya sambil maju. bersama dengan belasan yang lain.
aku bersiap, berteriak. menendang orang pertama, dia terpental, menhindar pukulan orang dibelakangnya, berhasil. tapi tidak untuk yang kedua. ketika dia memukulku, aku kembalikan dengan tangan kiri, dia langsung tumbang. gara gara itu, perutku terkena tendangan lalu disusul oleh pukulan dari belakang, kanan, kiri, depan.
hanya bisa menahan pukulan, dan melindungi kepalaku, aku mencoba mengatur nafas. lalu menarik salah satu dari mereka, menjatuhkannya lalu kugapitkan kedua kakinya ke tubuhku lalu mulai memutarnya agar orang orang ini menjauhkan diri dariku.
setelah itu kulepas, dia terbang dan mengenai dua orang. mereka kemudian bersama sama maju, namun berhenti beberapa langkah didepanku. mereka terlihat terengah engah. dan aku pun demikian. ditambah rasa sakit akibat sayatan tadi mulai terasa.
"AYO SINI!" teriakku.
lalu salah seorang dari mereka menusukku dari belakang. sontak aku balikkan badan dan memukulnya.
"WOI ADA POLISI!" teriak salah seorang. samar samar suara sirine semakin jelas.
tak menghiraukan teriakan itu aku terus menghujamkan pukulan kearah orang yang menusukku sampai aku tiba tiba tersadar di sebuah ruangan. aku rasa itu rumah sakit.
orang pertama yang kulihat adalah polisi, aku tau dari sikap duduknya. dan ya, tanganku di borgol. aku tau itu ketika mendak menggaruk hidungku yang gatal.
"Alex, lahir di temanggung. seorang petarung gaya bebas, tak pernah kalah. digadang gadang akan menjadi seorang legenda baru di kelasnya. sayang sifat tempramennya membuatnya kemungkinan masuk bui. media pasti tidak akan melewatkan kejadian ini, Alex sang petarung, gara gara tidak bisa mengontrol emosinya dia tega membunuh pelajar." ia menghela nafas, "jika salah seorang dari mereka mati, kemungkinan besar kau akan di penjara. berdoa saja, mereka hidup semua."
Comments (0)
See all