Pagi ini pagi yang sejuk, dan…seperti biasanya. “Hm…Hari baru, tugas baru. Tidak ada apapun yang spesial..” lirih Sonnya yang masih tiduran sambil memandangi pemandangan kendaraan kota lewat jendela kecil yang terletak disebelah kirinya. Sonnya beranjak dari tempat tidur bunga mataharinya, Sonnya mandi dan memakai seragam. Setelah itu Sonnya turun ke lantai satu, tempat meja makan berada. Dia menuruni tangga yang berkelok-kelok itu. Terlihat nenek yang duduk di salah satu kursi di meja makan, menunggu kedatangan Sonnya. “Pagi, Nek!” sapa Sonnya pada Neneknya. “Yaa…selamat pagi, Sonnya, ayo cepat makan sarapanmu!” Suruh nenek kepada Sonnya sambil membukakan tudung saji. “Yaa, nek!”. “Nyam…”Sonnya menikmati sarapannya, beberapa lama kemudian, Sonnya menyeselesaikan sarapannya. “Ayo, nek, ke sekolah! Nanti terlambat, lho!” Ajak Sonnya. “Iya, sebentar ya, sayang..” jawab nenek dengan suara lembutnya.
Nenek mengantar Sonnya dengan mobil peninggalan sang ayah. Brum..brum.. akhirnya mereka sampai di sekolah, sekolah sonnya bernama “Oldbook Elementary School”. Nenek memarkirkan mobil di parkiran. Setelah bersalaman dengan nenek, Sonnya menuju ke kelasnya, 5A, yang terletak di lantai empat. Untuk naik ke sana, Sonnya harus naik lift. Tidak beruntungnya, pada waktu itu liftnya sangatlah ramai, jadi, Sonnya terpaksa menggunakan tangga agar tidak terlambat masuk kelas. Setelah beberapa saat, Sonnya sampai di depan pintu kelasnya, dalam hatinya ia berkata “Huft… akhirnya sampai juga. Aku sebenarnya malas sekali..aku tidak ingin ke sekolah..tapi..hm..sudahlah!”. Abin, wakil kelas 5A yang tampak sedikit kelelahan karena sehabis bermain bola dengan teman-temannya, heran dengan Sonnya yang berdiri memandangi pintu kelas dengan wajah lesu.“Eh, Sonnya LaRue, kan? Kamu ngapain disitu? Nungguin siapa sih?” Tanya Abin pada Sonnya. Sonnya terkejut “Eh..erm aku lagi erm..nungguin si…Fira!, habisnya, dia enggak datang-datang!” Jawab Sonnya berbohong. “Oh..Katanya Luna, kamu pasti tahu kan, ya? si Ketua kelas baru. Luna bilang, Fira hari ini enggak akan datang, dia izin mau ke tempat erm…bibinya, untuk layat kalo enggak salah. Kamu kan sahabatnya, kamu enggak dikabari?”. Sonnya tidak bisa menjawab pertanyaan Abin “Oh..erm..itu-”. “By the way..jangan buang-buang waktumu. Kamu malah ngapain berdiri bengong didepan pintu..” kata Abin lagi. “Oh ya, aku mau masuk kelas duluan, aku mau minum.” Setelah berbicara seperti itu, Abin meninggalkan Sonnya dan masuk ke kelas. Setelah Abin meninggalkan Sonnya, Sonnya kembali melamun. ”Kenapa Fira tidak mengabariku? Apa jangan-jangan ia membenciku? Atau apa jangan-jangan…dia sudah memberitahuku lewat whatsapp tapi aku lupa membaca pesannya?, apa jangan-jangan…ah sudahlah, mulai lagi nih. Jangan berpikir buruk.” Kata Sonnya dalam hati. Tiba-tiba bel masuk berbunyi “TRIIING..SAATNYA PELAJARAN PERTAMA DIMULAI..”. Sonnya berlari masuk ke dalam kelas, ia duduk di bangkunya yang bernomor 13. “Haah, pelajaran pertama apa, ya. Oh, matematika. OH IYA, hari ini ulangan matematika, ya…mana aku lupa belajar, lagi. Bisa gak ya..Fiks remidi..” keluh Sonnya dalam hati. Beberapa menit kemudian, Bu Zena dan Asistennya, Bu Alea, memasuki ruang kelas. “Selamat pagi anak-anak! Hari ini akan ada ulangan matematika, seminggu yang lalu kan sudah diberi tahu…sudah siap belum semuanya?” Tanya Bu Zena pada anak anak. “Sudah bu…”. “Baiklah, soalnya akan dibagikan Bu Alea, ya!” Kata Bu Zena. Bu Alea menghampiri setiap meja murid satu-persatu untuk membagikan soal ulangan matematika dan lembar jawabnya. Setelah pelajaran matematika selesai, saatnya istirahat. “Wow, soal matematikanya ternyata lebih manusiawi dari yang kubayangkan!. Duh.., aku ingin ke toilet!” Kata Sonnya mengeluh sambil memegangi perutnya. Sonnya segera berlari menuju toilet. Setelah menyeselesaikan “Bisnis Besarnya” Sonnya mencuci mukanya. Ia melihat dirinya sendiri di cermin dan melamun. Dalam hatinya ia berpikir “Ini..aku..kehidupanku,..selalu saja sial..kalau tidak sial..pasti membosankan,..a-aneh sekali…, apakah ini k-”. “TRIIING, WAKTU ISTIRAHAT TELAH HABIS” Tiba-tiba bel selesai istirahat berbunyi, membubarkan lamunan Sonnya. “Astaga, aku harus cepat-cepat kembali ke kelas, apalagi habis ini kayaknya pelajaran Bahasa Jepang, gurunya kan guru killer, hiks!” Jerit sonnya pada dirinya sendiri sambil berlari menuju ke ruang kelasnya. Sonnya sudah lari secepat mungkin untuk tidak terlambat masuk kelas, namun semuanya sia-sia, ia tetap terlambat. Pada akhirnya Sonnya terkena marah guru Bahasa jepangnya, Pak Mojo. Setelah dimarahi oleh Pak Mojo di depan kelas dan dilihat oleh teman-teman, Sonnya dengan muka merah padam merasa sangat malu sekaligus sedih dan kecewa langsung lari kembali ke bangkunya. Sonnya menundukkan kepalanya dengan matanya yang berkaca-kaca. Sonnya sudah terbiasa dimarahi oleh beberapa guru, tetapi kali ini yang paling parah. Setelah pelajaran Bahasa Jepang selesai. Ia menjalani sisa harinya disekolah hari itu dengan lesu.
Bel pulang berbunyi “TRIIING, SAATNYA PULANG”. “AKHIRNYA, SAAT YANG KUTUNGGU TUNGGU!” Jerit Sonnya dalam hati, rasanya ia ingin teriak kesenangan, bahkan rasanya atap sekolah sampai bisa copot jika sonnya berteriak waktu itu!. Luna memimpin doa pulang “Baiklah teman-teman, sebelum kita mengakhiri pembelajaran pada hari ini marilah kita berdoa sesuai agama masing-masing. Berdoa dimulai… cukup”. Pak Mojo mempersilakan anak-anak untuk pulang. Sesuai tradisi sekolah Oldbook Elementary School, semua anak berbaris satu persatu untuk salam dengan guru yang mengajar di pelajaran terakhir terlebih dahulu sebelum pulang. Dengan senyum yang terpaksa, Sonnya bersalaman dengan Pak Mojo, setelah itu ia langsung keluar kelas karena ia merasa malu dan marah di saat yang sama. Setelah keluar kelas, Sonnya tidak melihat kemana-mana lagi. Ia dengan kepala yang menunduk ke bawah segera memasuki lift dan menuju ke lobby. Apa yang dia pikirkan saat itu ialah “Pulang, ketenangan, dan rumah”. Sampai di lobby, ia berniat untuk mencari nenek, namun tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ia langsung berlari menuju ke toilet, tentu saja untuk membasuh mukanya agar tidak terlihat wajah sedihnya dan membuat nenek khawatir. Setelah membasuh mukanya, Sonnya bergegas kembali ke lobby, namun Sonnya heran kenapa nenek belum juga ada disana, Sonnya pergi ke parkiran untuk mencari nenek, namun belum terlihat juga mobilnya. Dengan muka yang cemberut Sonnya kembali ke lobby “Haduh, pasti dijemputnya telat lagi ini…” gumam Sonnya sambil menguap, siang itu Sonnya sangatlah mengantuk. Beberapa menit kemudian, ia mendengar sesorang memanggil namanya “Sonnya..Sonnya”. Sonnya terkejut, ia melihat ke samping kanan, ke samping kiri, tapi dia tidak menemukan ada orang yang memanggilnya, Sonnya sangatlah bingung. Tiba-tiba ada seseorang yang menyentuh pundaknya dari belakang, oh, dia adalah nenek!. Sonnya sangatlah senang, nenek mengajaknya pulang. Nenek menaiki mobil, disertai Sonnya setelahnya. Namun, setelah memasuki mobil, ekspresi Sonnya sangatlah berbeda dibanding ketika tadi. Sonnya melipat tangannya, agak menunduk, menunjukkan ekspresi marah, dan menghadap ke jendela. Ya, Sonnya ngambek karena terlambat dijemput nenek. Nenek bertanya “Bagaimana harimu disekolah, Sonnya?” Tetapi tidak ada jawaban. Nenek heran. Ia melihat ke spion, lalu tersenyum. “Maaf, ya, sayang, tadi nenek terlambat menjemput, namun ada sesuatu yang spesial di rumah…” beritahu nenek pada Sonnya sambil mengedipkan satu matanya. Seketika, ekspresi muka Sonnya berubah. Sonnya sangatlah penasaran dengan apa yang dimaksud nenek.